Jumat, 02 April 2010

lalat buah

Tanaman Aromatik
Pengendali Hama Lalat Buah

Oleh : Agus Kardinan
Lalat buah merupakan hama yang sangat merugikan di bidang hortikultura, karena sering membuat produk hortikultura seperti mangga, cabai, jambu biji, belimbing, nangka, jeruk dan buah-buahan lainnya menjadi busuk dan berbelatung. Hama ini juga dapat menjadi penghambat perdagangan (Trade barrier) antar Negara, karena apabila pada komoditas ekspor suatu produk terdapat telur lalat buah, maka produk tersebut akan ditolak. Hal ini pernah terjadi terhadap Indonesia pada komoditas paprika yang akan diekspor ke Taiwan. Pengendalian yang dilakukan pada umumnya adalah dengan pembungkusan buah-buahan ataupun pemberonjongan pohonnya dengan kasa, pengasapan untuk mengusir lalat buah, penyemprotan dengan insektisida, pemadatan tanah di bawah pohon untuk memutus siklus hidup serta penggunaan atraktan (zat pemikat) yang salah satunya berbahan methyl eugenol. Namun demikian, cara-cara pengendalian ini dirasa masih kurang efektif, karena tidak dilakukan secara serentak dan kontinu, sehingga daerah yang tidak dikendalikan menjadi sumber infeksi di masa mendatang. Selain hal teknis, juga masalah mahalnya zat pengendali, khususnya atraktan lalat buah, sehingga petani/pengguna belum semuanya mampu memperoleh bahan ini. Sebagai contoh, atraktan komersial yang ada di pasaran saat ini harganya berkisar antara Rp 1.000.000 hingga Rp 1.500.000/ liternya. Tanaman aromatik yakni tanaman yang mampu mengeluarkan aroma, bisa juga digunakan untuk mengendalikan lalat buah. Di antaranya jenis selasih (Ocimum), yaitu O.minimum, O.tenuiflorum, O.sanctum dan lainnya. Selain tanaman selasih ada juga tanaman lain, yaitu Melaleuca bracteata dan tanaman yang bersifat sinergis (meningkatkan efektifitas atraktan), seperti pala (Myristica fragans). Semua tanaman ini mengandung bahan aktif yang disukai oleh lalat buah, yaitu Methyl eugenol, dengan kadar yang berbeda.
Balittro telah membuat suatu atraktan dengan cara mencampur semua jenis tanaman, sehingga menghasilkan suatu minyak atsiri (essential oil) yang terdiri dari beberapa jenis tanaman yang mengandung methyl eugenol, yang dapat digunakan sebagai pengendali hama lalat buah atau disebut juga dengan ATLABU (Atraktan Lalat Buah). Diharapkan teknologi yang ditemukan Balittro ini akan membantu dalam usaha pengendalian lalat buah di Indonesia pada khususnya dan di dunia pada umumnya. Dengan teknologi ini biaya pengendalian dapat ditekan cukup signifikan, karena harga ATLABU hanya Rp 400.000/liter, jauh di bawah harga atraktan komersial yang ada (Rp. 1- 1,5 juta/liter). Selain itu, masyarakat/petani dapat mengembangkan/membuat sendiri atraktan ini dengan cara menanam tanamannya (misal selasih yang mudah tumbuh) dan menyulingnya sendiri dengan alat/teknologi yang sederhana.

Agus Kardinan Peneliti di Balai Penelitian Tanaman Obat dan
Aromatik (Balittro)
Badan Litbang, Departemen Pertanian

Jenis Lalat Buah di Indonesia

Lalat buah yang banyak terdapat di Indonesia adalah dari genus Batrocera dan salah satu jenis yang sangat penting dan ganas adalah Batrocera dorsalis Hendel Complex, B. dorsalis Hendel Complex merupakan lalat buah yang bersifat polifag, mempunyai sekitar 26 jenis inang seperti belimbing, jambu biji, tomat, cabai merah, melon, apel, nangka kuning, mangga dan jambu air. Selain merusak buah-buahan seperti jatuhnya buah muda yang terserang, serangan hama ini juga menyebabkan buah menjadi busuk dan dihinggapi belatung, lalat buah juga merupakan vektor bakteri Eschericia coli, penyebab penyakit pada manusia sehingga dapat dijadikan alasan untuk menghambat perdagangan. Untuk mencegah masuknya spesies baru lalat buah ke Indonesia, pemerintah mengeluarkan Permentan No. 37/Kpts/HK.060/172006 yang menetapkan hanya tujuh pintu masuk buah segar ke Indonesia yaitu Batu Ampar, Batam; Ngurah Rai, Bali; Makasar; Belawan, Medan; Tanjung Priok, Jakarta; Tanjung Perak, Surabaya dan Cengkareng, Jakarta.

Intensitas serangan lalat buah di beberapa daerah di Jawa Timur dan Bali menunjukkan variasi yang cukup besar berkisar antara 6,4-70%. Intensitas serangan lalat buah pada mangga berkisar antara 14,8-23 %. Namun tidak jarang kerusakan yang diakibatkan oleh lalat buah khususnya pada belimbing dan jambu biji dapat mendapai 100%.

Pengendalian Lalat Buah

Di Hawaii, pengendalian lalat buah memadukan beberapa tehnik pengendalian diantaranya dengan atraktan dalam perangkap kimia sintetis hingga 75-95%. Beberapa tehnik pengendalian telah banyak dikembangkan diantaranya penggunaan GA (Gibberelic Acid) yitu membuat penampilan buah-buahan tidak matang, sehingga lalat buah enggan meletakkan telurnya pada buah. Selain itu, pelepasan serangga mandul telah dikembangkan pula dan memberikan hasil yang memuaskan. Tehnik lain yang sudah berhasil dikembangkan di Australia adalah foliage baiting (penggunaan umpan beracun), coverspraying (penyemprotan tanaman beserta buahnya dengan insektisida), dan Trapping (perangkap dengan atraktan di dalamnya) selain menjaga sanitasi kebun (Broghton et al., 2004).

Pengendalian dengan Atractan (zat pemikat)

Penggunaan atraktan metil eugenol merupakan cara pengendalian yang ramah lingkungan dan telah terbukti efektif. Atraktan dapat digunakan untuk mengendalikan hama lalat buah dalam tiga cara yaitu : (1) Mendeteksi atau memonitor populasi lalat buah, (2) menarik lalat buah untuk kemudian dibunuh dengan perangkap, dan (3) mengacaukan lalat buah dalam perkawinan, berkumpul dan cara makan.

Atraktan merupakan zat yang bersifat menarik (lure), mengandung bahan aktif metil eugenol. Penggunaan Metil eugenol sebagai atraktan lalat buah tidak meninggalkan residu pada buah dan mudah diaplikasikan pada lahan yang luas. Karena bersifat volatil (menguap), daya jangkaunya atau radiusnya cukup jauh, mencapai ratusan meter, bahkan ribuan meter, bergantung pada arah angin. Daya tangkap atraktan bervariasi, bergantung pada lokasi, cuaca, komoditas dan keadaan buah di lapangan. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa penggunaan atraktan metil eugenol dapat menurunkan intensitas serangan lalat buah pada mangga sebesar 39-59%.

Atraktan berbahan aktif metil eugenol tergolong food lure artinya lalat lantan tertarik datang untuk keperluan makan bukan untuk seksual. Selanjutnya metil eugenol diproses dalam tubuh lalat jantan untuk menghasilkan seks feromon yang diperlukan saat perkawinan guna menarik lalat betina (Nishida and Fukami, 1988; Nishida, 1996).

Tanaman Penghasil Atraktan Nabati

Metil eugenol di alam terdapat pada beberapa jenis tumbuhan antara lain daun Melaleuca (Melaleuca bracteata) dan Selasih (Ocimum spp). Selasih dan Melaleuca dapat menghasilkan minyak atsiri yang mengandung metil eugenol melalui proses penyulingan. Minyak atsiri dari daun Melaleuca mengandung metil eugenol sekitar 80% sedangkan dari selasih 63%.

Selasih memiliki beberapa spesies, bahkan dalam satu spesies terdapat beberapa bentuk, sehingga dikenal sebagai tanaman yang bersifat polymorphis. Terdapat dua kelompok tanaman selasih dengan kandungan utama yang berbeda, khususnya kelompok penghasil eugenol (O. basilicum, O. gratisimum dan lainnya) dan kelompok penghasil metil eugenol (O. tenuiflorum, O. sanctum, O. minimum dan lainnya). Hasil penelitian di lapangan menunjukkan bahwa selasih sangat efektif sebagai perangkap lalat buah. Melaleuca merupakan genus dari famili Myrtaceae dan biasanya tumbuh di sepanjang sungai, sekitar rawa atau danau. Semakin tinggi tempat tumbuh semakin baik pertumbuhannya. Rendemen minyak dari daunnya sekitar 1,3 % dan minyaknya memiliki daya tangkap yang lebih baik (491 ekor/perangkap/minggu) dibandingkan dengan atraktan sintetis yang sudah beredar secara komersial di pasaran (315 ekor/perangkap/minggu). Pengujian di beberapa lokasi pada beberapa komoditas menunjukkan atraktan dari daun Melaleuca bracreata memiliki efektivitas yang cukup tinggi dalam mengendalikan hama lalat buah.

Aplikasi Atraktan Nabati

Aplikasi atraktan nabati cukup sederhana yaitu dengan menempatkannya dalam perangkap. Jumlah perangkap berkisar antara 15-20 buah/hektar yang dipasang tersebar merata di areal kebun. Atraktan dalam pemakaiannya dapat dicampur dengan insektisida lainnya, seperti mimba (Azadirachta indica) sehingga dalam pemakaiannya tidak diperlukan perangkap karena lalat yang telah menempel pada atraktan akan teracuni dan mati oleh mimba (atractant bait). Selain itu, penggunaannya dapat dicampur dengan perekat, sehingga lalat yang mendekat akan menempel dan mati (sticky trap).

Hasil penelitian terhadap metil eugenol dari tanaman Melaleuca sp dan Ocimum sp pada komoditas belimbing, jambu biji, jambu air, nangka kuning, mangga, cabai merah, tomat dan lainnya menunjukkan bahwa atraktan nabati ini efektif dalam memerangkap hama lalat buah (Kardinan, 2002; Kardinan, 2007). Daya tangkap atraktan berkisar antara puluhan hingga ribuan lalat/perangkap/minggu, bergantung pada musim, lokasi dan komoditi tanaman.

Dari hasil pengujian atraktan dari Melaleuca bracteata pada awalnya memiliki daya tangkap yang lebih baik daripada atraktan yang terbuat dari selasih, namun atraktan selasih lebih tahan dan stabil dalam menjebak lalat buah dalam perangkap, sehingga total tangkapan per bulan tidak berbeda nyata. Kedua atraktan nabati ini mempunyai efektivitas yang tidak berbeda nyata dengan atraktan sejenis yang telah beredar di pasaran.

Penggunaan atraktan nabati dapat menekan kerusakan tanaman budidaya hingga 30 % namun angka ini diharapkan akan terus meningkat jika penggunaannya dilakukan terus menerus dan serempak di beberapa daerah. Dengan demikian, populasi lalat buah di alam dapat ditekan sampai pada tingkat yang tidak merugikan. Penurunan tingkat kerusakan tidak langsung terjadi pada panen pertama setelah dipasang perangkap, namun baru terlihat pada panen kedua atau ketiga setelah pemasangan perangkap dan penurunannya pun secara perlahan dan bertahap.

Hasil survei di Jagakarsa, Jakarta Selatan menunjukkan adanya peningkatan pendapatan petani belimbing sebesar 13.600/pohon/musim, namun besarnya keuntungan setiap keluarga bergantung pada jumlah pohon yang dimiliki. Apabila satu keluarga di Jagakarsa rata-rata memiliki lima pohon maka peningkatan pendapatan setiap keluarga/musim adalah 5 x Rp. 13.600,- atau sebesar 68.500. belimbing dapat dipanen tiga kali dalam setahun, sehingga peningkatan pendapatan setiap keluarga per tahun (bagi yang memiliki lima pohon belimbing) dapat mencapai Rp. 204.000,-. Kenyataannya di lapagan satu keluarga di Jagakarta memiliki lebih dari lima pohon, bahkan puluhan pohon belimbing.

Strategi Pengendalian Lalat Buah Berbasis Kearifan Lokal

Untuk menekan kerugian yang diakibatkan oleh lalat buah dapat dilakukan beberapa pendekatan pengendalian, sesuai dengan tujuan akhir dari tindakan pengendalian itu sendiri. Di beberapa negara yang telah melaksanakan tindakan pengendalian terdapat dua tujuan akhir dari pengendalian yaitu memusnahkan populasi lalat buah atau menjaganya agar populasi berada dibawah ambang batas yang tidak merugikan.

Pemusnahan Populasi (Eradikasi)

Pengendalian lalat buah dengan tujuan memusnahkan populasi memerlukan biaya besar. Selain itu, diperlukan persyaratan yang spesifik, diantaranya lokasi pengendalian relatif harus terisolir, khususnya dipisahkan oleh lautan (pulau) atau ada suatu barrier yang mencegah re-infestasi atau migrasi lalat buah dari daerah lain ke daerah yang sudah dikendalikan. Melihat letak geografis Indonesia, maka sulit untuk menerapkan cara ini kecuali pada kawasan pulau kecil yang terisolir.

Pemusnahan populasi memerlukan dua tahapan pendekatan. Pertama. Menurunkan populasi lalat buah jantan di alam untuk mengurangi pesaing jantan mandul yang dilepas. Kedua, jantan mandul yang dihasilkan dengan radiasi sinar gamma Cobalt-60 dipelihara di laboratorium (Nasroh, 2004). Oleh karena itu diperlukan proses adaptasi sebelum dilepas ke alam, khususnya dalam mendapatkan lalat betina untuk proses perkawinan. Seringkali jantan mandul yang dilepas kalah bersaing dengan jantan yang sudah ada di alam. Dengan aplikasi atraktan nabati berbahan aktif metil eugenol yang lebih spesifik memerangkap lalat buah berkelamin jantan, khususnya untuk Batrocera dorsalis sangat efektif menurunkan populasi jantan yang ada di alam. Hingga saat ini hanya atraktan berbahan aktif metil eugenol yang mampu memperangkap dan sekaligus membunuh lalat buah jenis Batrocera spp. di Australia Selatan, sekitar juta pupa yang sudah dimandulkan per minggu dikirim ke lokasi untuk dilepas di lapangan.

Menjaga Populasi Pada Taraf Tidak Merugikan

Untuk mencapai tujuan ini, lokasi pengendalian tidak perlu terisolasi, namun cara pengendaliannya tetap harus serempak dan terintegrasi pada hamparan yang luas (wide area control), serta terus menerus secara berkala. Apabila dilakukan secara sendiri-sendiri (parsial), maka lokasi yang tidak dikendalikan akan menjadi sumber infeksi bagi yang dikendalikan, sehingga tindakan pengendalian menjadi kurang efektif. Tehnik pengendalian yang perlu dilaksanakan adalah semua tindakan (atractant, atractant bait, protein bait, sticky trap, penggunaan musuh alami, sanitasi lingkungan, pembungkusan buah, pengasapan, dan tindakan lain yang dianggap dapat menurunkan populasi).

Pencegahan Melalui Karantina

Walaupun Indonesia sudah berhasil mengendalikan lalat buah, tetapi apabila jenis atau spesies lalat baru masuk ke Indonesia melalui komoditas impor, maka usaha pengendalian akan semakin sulit. Tindakan pencegahan melalui karantina akan lebih mudah dilakukan daripada pemberantasan. Untuk itu koleksi spesimen lalat buah yang telah ada di Indonesia, pengetahuan jenis dan identifikasi lalat buah perlu dikuasai oleh petugas karantina.

Sosialisasi dan Pemasyarakatan Teknologi

Teknologi atraktan ini telah dikaji di beberapa daerah yang merupakan sentra produksi hortikultura, khususnya buah-buahan dengan melibatkan petani atau stake holder lainnya dengan bekerjasama dengan Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP). Misalnya pengkajian telah dilakukan di Kabupaten Sumedang dan Indramayu, Jawa Barat pada komoditas mangga. Di Sumedang, para petani melalui kelompok tani telah berhasil menekan kerusakan mangga dan komoditas buah-buahan lainnya berkisar antara 10-30%. Petani telah berhasil pula memprosesnya dengan alat penyuling sederhana yang mereka buat sendiri. Walaupun hasil minyak atsirinya masih berbentuk emulsi yang keruh (campuran minyak dan air), namun masih efektif memerangi lalat buah. Kelompok tani ini sering dikunjungi oleh kelompok tani lainnya untuk studi banding cara penanggulangan lalat buah, bahkan sempat ditayangkan di televisi yang diinisiasi oleh Departemen Pertanian. Diseminasi hasil penelitian tidak hanya menyebarkan teknologi tetapi juga bahan tanaman (Melaleuca dan Selasih), alat pengolah maupun teknologi pengolahannya.

Sumber: Majalah Sinar Tani Edisi 15-21 April 2009 No. 3299 tahun XXXIX. Hal. 5.